>>
Terima Kasih Telah Berkunjung Ke Blog Saya, Semoga Bermanfaat..!!!

5/27/2013

Proses Pembentukan Kota


KAJIAN TEORI

A.  TERBENTUKNNYA KOTA-KOTA DI INDONESIA

Terbentuknya kota-kota di Indonesia dapat dikemukakaan berdasarkan hipotesis berikut ini:
1.  Terbentuk karena suatu daerah/dataran luas memiliki potensi yang sama, terdapat keluarga yang ditempatkan merata, memiliki jarak yang sama, dan memiliki kebutuhan sosial dan ekonomi. Kebutuhan sosial meliputi: tolong menolong, bertukar pikiran, berteman, keamanan, dan pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan sendiri. Dan kebutuhan ekonomi, meliputi; bakat dan keahlian yang beda sehingga memiliki spesialisasi dalam menghasilkan sesuatu produk tertentu berbeda-beda dalam masing-masing keluarga, yang akan menimbulkan perdagangan (menimbulkan kegiatan jual beli), terkonsentrasi pada suatu lokasi yang menolong kegiatan produsen dan konsumen. Dalam wilayah yang luas akan terbagi-bagi menjadi beberapa tempat yang terkonsentrasi yang memiliki wilayah pengaruh (daerah belakannya).
2.  Terbentuk karena manusia melakukan perjalanan dari tempat ke tempat yang lain cenderung mengikuti alur lalu lintas yang lazim digunakan. Lambat laun alur itu menyediakan kemudahan bagi pelaku lalu lintas seperti; penginapan, tempat istirahat dan komsumsi, dan lain-lain.  Karena tujuan perjalanan berbeda-beda maka alur jalan akan menjadi cabang (persimpangan), persimpangan ini sering tumbuh menjadi tempat konsentrasi pemukiman.Persimpangan yang memungkinkan untuk berkembang menjadi pusat konsentrasi adalah yang lalu lintasnya cukup besar (terutama barang) dan tempat itu digunakan sebagai transit. Pelaku lintas perlu untuk beristirahat, menginap, misalnya karena mereka harus pidah dari satu jenis angkutan ke angkutan lainnya. Itulah sebab menggapa kota-kota di Indonesia berada dekat pantai karena hubungan antara pulau memerlukan adanya transit di tepi pantai.
3.  Terbentuk karena dipusatkan sebagai tempat kerajaan yang lambat laun karena hilang masa kerajaan menjadi tempat konsentrasi (kota)
4.  Terbentuk karena hal khusus yang menarik orang untuk datang misalnya ditemukan barang tambang, daerah menarik untuk pariwisata, dibukanya proyek besar.

B.  DEFINISI KOTA

Beberapa pakar geografi merumuskan pengertian kota dengan melihat kenampakan keruangan lingkungan kehidupan dalam kota atau perkotaaan itu sendiri dan melihat interaksi keruangan dengan wilayah hinterland-nya.
Kota adalah Suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistic dibandinngkan daerah belakangnya (Menurut Prof.Drs.Bintarto dalam anonim; 2006)
Kota adalah Suatu daerah tertentu dalam wilayah negara dimana keberadaannya diatur oleh undang-undang atau peraturan tertentu, dibatasi oleh batas-batas administrasi tertentu, berstatus sebagai kota (administrasi, kota madya atau kota besar) berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya mengatur wilayah (menurut Hadi Sabary yunus;1989  dalam astra wesnawa;134)
Kota adalah keseluruhan kegiatan, gerakan lalulintas, lembaga-lembaga kongkret yang melayani kebutuhan material dan kultural dari manusia penghuni kota dan juga ada diluarnnya (Menurut bobek dalam Djaldjoeni; 1999)
Depinisi kota menurut Badan Pusat  Statistik (BPS), dalam pelaksaan survey status desa/keluraha yang dilakkan pada tahun 2000, menggunakan beberapa kreteria untuk mentapkan apakah suatu desa/kelurahan dikatagorikan sebagai desa atau kota. Kreteria yang digunakan adalah :
  1. Kepadatan penduduk per kilometer persegi.
  2. Presentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya adalah pertanian atau nonpertanian.
  3. Presentase rumah tangga yang memiliki telepon.
  4. Prentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik
  5. Fasilitas umum yang ada di desa/kelurahan, seperti fasilitas pendidikan, pasar, tempat hiburan, komplek pertokoaan, dan fasilitas lain seperti: hotel, biliar, diskotik, karaoke, panti piijat,  dan salon. Masing-masing fasilitas diberi skor atau nilai. Atas dasar skor yang dimiliki desa tersebut maka ditetapkan desa/kelurahan termassuk dalam salah satu katagori berikut, yaitu perkotaan besar, perkotaan sedang, perkotaan kecil dan pedesaan.
Kriteria BPS diatas hanya didasarkan atas kondisi (besaran) fisik dan mestinya dilengkapi dengan melihat apakah tempat konsentrasi itu menjalankan fungsi perkotaan.
Untuk membatasi pengertian diatas maka daerah dikatakan kota, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
a)  Konsentrasi dan kepadatan penduduk tinggi serta etrogen dalam etnik.
b)  Merupakan wilayah yang terbanngun rapat.
c)  Merupakan wilayah pusat pelayanan jasa dan industri bagi penduduk kota dan penduduk daerah belakangnya.
d)  Interaksi sosial masyarakat desa bersifat formal, individualistik dan tidak saling mengenal antara warganya.
e)  Stratifikasi sosial ekonomi masyarakat kota bersifat heterogen
f)   Penduduk kota umumnya berorientasi kepada kemajuan, bersifat terbuka dan berkiblat luar.

Pada dasarnya untuk melihat daerah konsentrasi itu sebagai kota atau tidak, adalah seberapa banyak fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaannya. Fasilitas perkotaan/fungsi pperkotaan, antara lain sebgai berikut:
1.      Pusat perdagangan.
2.      Pusat pelayanan jasa.
3.      Tersediannya prasarana perkotaan.
4.      Pusat penyediaan fasilitas social.
5.      Pusat pemerintahan.
6.      Pusat komunikasi dan pangkalan komunikasi.
7.      Lokasi pemukiman yang tertata.

Makin banyak fungsi dan pasilitas perkotaan, makin meyakinkan lokasi konsentrasi itu disebut kota.

C. KEUNTUNGAN BERLOKASI DI TEMPAT KONSENTRIS

Keuntungan berlokasi pada tempat konsentris adalah terjadinya agromerasi disebabkan oleh faktor economic of scale dan economic of localization.
a.  Economic of scale adalah keuntungan karena dapat berproduksi secara berspesialisasi sehingga produksi lebih besar dan biaya per unitnya lebih efisien. Dengan memilih tempat dikota akan lebih dapat melakukan spesialisasi sehingga dengan modal yang sama dapat dipilih suatu bagian produksi khusus walapun tidak komplit, tetapi dapat dibuat secara besar-besaran. Bagian-bagian lain dapat dibeli diluar apabila ingin suatu mengasilkan barang akhir atau hasil produksi. Dasar dari economi of scale adalah factor-faktor produksi yang tidak dapat dibagi(indivisibility). Misalnya, adanya mesin-mesin atau peralatan yang hanya terdapat dalam ukuran tertentu.
b.  Economic of localization adalah keuntungan karena di tempat itu terdapat berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan. Berbagai fasilitas itu misalnya jasa perbangkan, perusahan listrik, perusahaan air bersih, tempat latihan dan tempat reklame. Pusat konsentrasi juga sekaligus sebagai pusat konsentrasi juga sebagai pusat pusat perdagangan baik untuk memperoleh bahan baku maupun untuk menjual barang yang diproduksi. Semuuanya itu dapat meningkatkan efesiensi perusahaan.

D.  BENTUK HUBUNGAN ANTARA KOTA DENGAN DAERAH BELAKANGNYA

Hubungan antara kota dengan daerah belakangnya dapat dibedakan antara kota generatif,  kota parasitif, dan enclape.
1.  Kota generatif adalah kota yang menjalankan bermacam-macam fungsi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk daerah belakannnya, sehingga bersifat saling menguntungkan/mengembangkan. Kota-kota seperti ini menumbuhkan bahan makanan, bahan mentah, dan tenaga kerja dari daerah pedalaman.
2.  Kota parasitif kota yang tidak banyak berfungsi untuk menolong daerah belakannya dan bisa mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh didesa. Kota parasitif umumnya kota yang belum banyak berkembang industrinya dan masih memiliki sifat-sifat daerah pertanian, tetapi juga perkotaan sekaligus.
3.     Enclatif bentuk kota yang tidak menguntungkan wilayah pedalaman, yaitu suatu kota yang bersifat enclape (tertutup). Hubungan yang tidak menguntungkan ialah apabila kota itu berkembang tetapi tidak mengharapkan input dari daerah sekitarnya melainkan dari luar. Dalam hal ini, kota adalah suatu eclave, yaitu seakan-akan terpisah sama sekali dari daerah sekitarnya (daerah pedalaman) buruknya prasarana, taraf hidup/pendidikan yang sangat mencolok dan factor lain dapat membuta kurangnya hubungan antara perkotaan dengan daerah pedalaman di sekitarnya. Enclave sering terjadi pada kota/permukiman pertambangan besar dimana tingkat kehidupan masyarakat antara di permukiman dengan di luar pertambangan sangat mencolok perbedaannya.

E.  PUSAT PERTUMBUHAN

Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun keluar (daerah belakangannya). Secara geografis pusat, pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang dating memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tadak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut. Tidak semua kota negeratif dapat dikatagorikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan harus memiliki empat cirri, yaitu adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effect (unsure pengganda), adanya konsentrasi geogarfis, dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah  belakangnya.
1.  Adanya Hubungan Internal Dari Berbagai Macam Kegiatan
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sector dangan sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi, kehidupan kota menjadisatu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan suatu sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan. Pertumbuhan tidak terlihat pincang, ada sektor terlihat cepat tetapi ada sektor lain yang tidak terkena imbasnya sama sekali. Hal ini berbeda dengan sebuah kota yang fungsinya hanya sebagai perantara (transit). Kota perantara adalah apabila kota itu hanya berfungsi mengumpulkan berbagai bahan dari daerah belakangnya dan menjual ke kota lain yang lebih besar/luar wilayah dan membeli berbagai kebutuhan masyarakat dari kota lain dan dijual atau didistribusikan ke wilayah belakangnya.
2.      Ada Efek Pengganda (Multiplier Effect)
Keberadaan faktor-faktor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sector atas permintaan dari luar wilayah, produsinya meningkat, karena ada keterkaitan mengakibatkan produksi sector lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan kenaikan permintaan dari luar untuk sector tersebut (sector yang pertama meningkat permintaannya).

3.      Ada Konsentrasi Geografis
Konsentrasi geografis dari berbagi sector atau fasilitas, selain bisa menciptakan efesiensi diantara sector-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari kota tersebut. Orang yang dating ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan.

4.     Bersifat Mendorong Daerah Belakannya
Hal ini berarti antara kota dengan daerah belakangnyaterdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari daerah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan daerah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat hubungan yang harmonis dengan daerah belakangnya kota itu memiliki tiga karakteristik yang disebutkan terdahulu, otomatis kota itu akan berfungsi untuk mendorong daerah belakangnya. 

BAB III
PEMBAHASAN


A  HIERARKI PERKOTAAN
        Seorang perencanaan wilayah sangat perlu memiliki pengetahuan dibidang hierarki perkotaan. Hierarki perkotaan sangat terkait dengan hierarki fasilitas kepentingan umum yang ada dimasing-masing kota. Hierarki perkotaan dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing kota. Fasilitas kepentingan umum bahkan hanya menyangkut jenisnya, tetapi juga kapasitas pelayanan dan kualitasnya. Jenis fasilitas itu mungkin harus ada mulai dari kota kecil hingga kota besar, tetapi kapasitas pelayanan harus berbeda demikian juga kualitasnya. Tujuan pengaturan adalah agar terdapat efesiensi, biaya pembangunan dan perawatan fasilitas tidak berlebihan (mubazir) namun masyarakat pun dapat terlayani tanpa pengorbanan biaya yang berlebihan untuk mendatangi fasilitas yang letaknya jauh.

Tempat-tempat konsentrasi yang umumnya berupa daerah perkotaan  tersebar di suatu wilayah/Negara dengan penduduk (besarnya kota) yang tidak sama. Setiap kota memiliki daerah belakang atau wilayah pengaruhnya. Makin besar suatu kota, makin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya. Suatu kota yang besar selain memiliki daerah belakang yang berupa daerah pertanian juga beberapa kota kecil. Apabila kota kecil banyak tergantung dari kota besar maka kota kecil termasuk dalam daerah pengaruh dari kota yang lebih besar. Misalnya, kota kecil membeli berbagai keperluan dan menjual berbagai hasil produksinya ke kota besar. Demikian juga banyak penduduk dari kota kecil yang pergi bekerja, mencari tempat pendidikan, dan berbagi urusan lain ke kota besar.

  Dalam wilayah suatu Negara akan ada kota yang sangat besar yang mungkin berupa kota metropolitan, ada kota yang cukup besar, ada kota sedang, dan ada kota kecil. Misalnya, di Indonesia kota yang sangat besar adalah Jakarta, yang daerah pengaruhnya meliputi seluruh Indonesia. Dibawah kota Jakarta dapat di sebut beberapa kota besar ranking kedua, seperti Surabaya, Medan, Bandung, dan Semarang. Dibawah kota-kota ranking kedua ini ada kota sedang yang kita anggap kota  ranking ketiga seperti: Palembang, padang, solo, ujung pandang, dan lainya. Kota metropolitan Jakarta memiliki ruang lingkup pengaruh untuk seluruh Indonesia, kota ranking kedua seperti Medan memiliki ruang lingkup pengaruh untuk beberapa provinsi di Pulau Sumatra bagian utara. Kota ranking ketiga memiliki ruang lingkup pengaruh untuk beberapa kabupaten disekitarnya. Demikian seterusnya untuk kota ranking berikutnya, ruang lingkup pengaruhnya pun semakin sempit.

Bagaimana cara menetapkan batas pengaruh dari suatu pusat kota terhadap daerah sekitarnya termasuk terhadap kota lain yang lebih kecil. Kita ketahui bahwa sulit menetapkan batas pengaruh antara dua kota yang berlainan orde tetapi masih mungkin menetapkan batas pengaruh dua kota yang ordenya sama. Untuk kota yang ordenya sama maka dapat di survei dilapangan pada titik mana mayoritas penduduk berhubungan dengan kota  A dan pada sisi lainnya banyak berhubungan dengan kota B. Untuk kota yang berlainan orde maka kota kecil itu sendiri merupakan wilayah pengaruh dari kota yang lebih besar. Namun, untuk kegiatan perdagangan eceran (pemenuhan kebutuhan sehari-hari) masih mungkin untuk menetapkan batas pengaruh dari dua kota berdekatan yang berlainan orde tersebut. Hartshorn, ddk. (1988) menggunakan rumuus yang dinamakan breaking-point theory.     

B.  BERBAGAI METODE PENERAPAN ORDO PERKOTAAN
Metode menetapkan orde dapat dibagi atas tige kelompok, yaitu:
1.Hanya Menggunakan Variabel Penduduk
a)  Metode Chirstaller
Chirstaller berpendapat bahwa perbandingan jumlah penduduk antara kota orde lebih tinggi dengan kota orde setingkat lebih rendah setidaknya tiga kali lipat. Jadi, misalnya kota orde I jumlah penduduknya tiga kali lipat dibandingkan penduduk kota orde II atau kota orde II penduduknya paling tinggi hanya sepertiga penduduk kota orde I, demikian seterusnya. Tentunya jumlah penduduk masing-masing kota tidaklah persis sama persis. Dalam hal ini dilihat angka penduduk kota mendekati salah satu angka tersebut di atas, dan itulah yang menjadi orde dari kota tersebut.
b)      Metode Rank Size Rule
Dalam menetapkan orde perkotaan, metode rank size rule menggunakan rumus berikut ini.
Pn = P1 x Rn-1
Keterangan:
Pn         = Jumlah Penduduk kota orde ke-n
P1         = Jumlah Penduduk kota tersebar di wilayah tersebut (orde I)
Rn-1      = Orde Kota dengan pangkat -1 atau 1/R
Arti rumus ini adalah jumlah penduduk  kota orde ke-n adalah 1/n jumlah penduduk  kota orde tertinggi (orde I, dalam hal ini P1)
c)      Metode Zipf
Rumus berikut ini dibuat  oleh Auerbach dan Singer tetapi dipopulerkan oleh Zipf (Glasson, 1974), sehingga lebih dikenal dengan Metoda Zipf.
   P1
Rumusnya adalah Pn = nq
Pn = jumlah penduduk kota ranking ke- n
P1 = jumlah penduduk kota terbesar
n = orde (ranking) kota tersebut
q = sebuah pangkat

rumus Zipf ini tidak dapat digunakan secara langsung karena pada persamaan tersebut ada dua bilangan yang tidak diketahui, yaitu n dan q. untuk dapat  menggunakannya terlebih dahulu harus ditetapkan beberapa tingkat ranking perkotaan (n) yang akan dipakai di wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan data tentang kota dengan penduduk terbesar dan dengan penduduk terkecil. ( tetapi masih memenuhi persyaratan sebagai kota). Menggunakan contoh pada metode Christaller maka kota dengan penduduk teresar tersebut otomatis diberi orde I, namun kota dengan penduduk terkecil perlu ditetapkan orde ke beberapa. Misalnya, kota terkecil itu ditetapkan sebagai orde IV (secara arbiter).


2.  Perbandingan Persentase Hubungan Keluar
Sebuah kota tidak mungkin tidak melakukan hubungan keluar. Hubungan keluar itu dapat hubungan dengan daerah belakangnya, hubungan dengan kota orde sama dan hubungan dengan kota orde lebih tinggi. Hubungan itu dapat berupa membeli bahan baku, menyediakan kebutuhan daerah belakangnya termasuk pemanfaatan berbagai fasilitas yang ada di kota oleh masyarakat yang ada di belakangnya, dan arus tenaga kerja. Banyaknya hubungan keluar ini dinyatakan dengan jumlah trip.  Secara teoritis, jumlah trip keluar adalah sama dengan jumlah trip  masuk, karena setiap  trip yang pergi akan diikuti dengan trip pulang. Perbedaannya untuk hari tertentu hanya apabila hari pergi dan hari pulang tidak sama, akan tetapi apabila masa pengamatan diperpanjang maka jumlah trip pergi dan jumlah trip pulang semestinya sama. Trip dapat dinyatakan dalam satuan orang maupun satuan mobil penumpang (SMP). Dalam praktik yang paling banyak digunakan adalah SMP karena lebih mudah menghitungnya. Pada setiap kota dapat dihitung jumlsh trip keluar dari kota tersebut. Presentase trip keluar diantara pasangan kota dapat digunakan untuk menentukan perbedaan orde dari ke dua kota tersebut., artinya dapat ditentukan kota man yanhg lebih tinggi ordenya diantara kedua kota tersebut. Kota dengan presentase keluar ke kota pasangannya, yang lebih rendah dinyatakan memiliki orde lebih tinggi.
3. gabungan bebrapa variable
          Penentuan orde perkotaan dapat didasarkan atas gabunan beberapa variable. Variable yang umum dianggap brpengaruh dalam menetapkan orde perkotaan dalah sebagai berikut:
a.  Jumlah penduduk perkotaan.
b.  Banyaknya asilitas yang dimiliki, seperti luas pasar, luas kompleks pertokoan, jumlah pasilitas pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan, baragam jasa yang dimiliki (seperti jasa bank, jas asuransi, jasa perbengkelan), dan lainnya.
c.   Tingkat aksesbilitas dari kota tersebut terhadap kota terdekat yang memiliki orde lebih tinggi di wilayah itu, misalnya ibukota kabupaten/provinsi.

Ketiga factor di atas bias dianggap memiliki bobot yang sama tetapi bias juga berbeda, sesuai dengan pengamatan di lapangan tentan factor mana yang paling berpengaruh dalam membuat sebuah kota bias menarik pengunjung dari kota lain/ daerah belakangnya dating ke kota tersebut. Sama seperti dalam menggunakan metode jumlah penduduk, langkah pertama yang perlu ditempuh adalah mengidentifikasi seluruh kota yang ada dalam wilayah analisis. Batas kota tidak didasarka atas batas kota aministrasi tetapi didasarkan atas kondisi fisik dan memiliki fungsi perkotaan. Batas kota ini akan digunakan baik untuk menghitung jumlah penduduk maupun jumlah fasilitas yang ada di kota tersebut.
a.   Factor jumlah penduduk
Setelah seluruh kota dalam wilayah analisis diidentifikasi, dihitung jumlah penduduk di setiap kota. Kemudian kota diurutkan berdasarkan jumlah pnduduknya mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Setelah itu, kota – kota itu dibagi dalam beberapa kelas. Jumlah kelas sama dengan jumah orde perkotaan yang diinginkan.
b.   Factor banyaknya failitas
Ada beberapa factor yang tidak perlu diragkan lagi menciptakan daya tarik bagi sebuah kota, misalnya pasar, kompleks pertokoan, fasiitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan.akan tetapi, cukup banyak fasilitas lain yang ada di pertokoan yang juga memiliki daya tarik dan apabila tidak dibatasi akan membuat daftar fasilitas menjadi sangat panjang. Fasilitas lain misalnya perbankan, apotek, notaris, pengacara, biro perjalanan, perkantoran, perbengkelan, tempat hiburan,restoran, hotel, salon kecantikan, tukang pangkas, gelanggang olahraga, dan tenpat ibadah.
Dalam mengukur daya tarik masing–masing fasilitas, diketahui ada fasilitas sejenis yang kualitasnya berbeda sehingga diperlukan pembobotan/pemberian nilai,seperti :
1.      Pasar
Mengukur daya tarik pasaruntuk pasar yan bersifat permanen (bka setiap hari), dapat didasarkan atas luas pasar (m2) ataupun jumlah pedagang yang berjualan di pasar. Akan tetapi ada juga pasar yang beupa pecan yang hanya buka seminggu sekali atau lebih sering. Tetapi tidak setiap hari. Dari sudut hari operasi, bobot untuk pecan harusdibagi tujuh. Akan tetapi,karena ditetapkan misalnya 30% dari pasar permanen.
2.      Pertokoan
Sama seperti pasar maka daya tarik pertokoan dapat didasarkan atas luas pertokoan ataupun jumlah took. Sama seperti jumlah penduduk maka banyaknya toko di masing  - masing kota diurutkan dari yang terbanyak hingga terkecil dan dibagi ke dalam kelas.
3.    Fasilitas pendidikan
Fasilitas pendidikan sangat berperan. Dari sudut jenjang pengajaran maka ad ataman kanak – kanak, sekolah dasar, SLTP, SMA sampai S-3. Mengukur tingkat fasilitas yang tersedia tidak bisa didasarkan atas unit sekolah/ perguruan tinggi, karena kapasitas atau daya tapung masing – masing unit sekolah /perguruan tinggi tidak sama dan perbedaannya bisa cukup besar. Dalam hal ini, yang lebih tepat digunakan adalah bangku sekolah ataupun jumlah murid/mahasiswa.
4.    Fasilitas kesehatan
Sama seperti fasilitas pendidikan maka fasilitas kesehatan juga cukup beragam. Ada praktik mantra kesehatan /bidan, praktik dokter umum, praktik dokter spesialis, uskesmas pembantu,puskesmas tanpa rawat inap, pukesmas dengan rawat inap, rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe B, rumah sakit tipe A. Tentunya pemberian nilai bisa berbeda dari satu wilayah ke wilayanh yang lain sesuai denan daya tarik masing-masing fasilitas kesehatan tersebut terhadap pasien di wilayah itu. Setelah itu, satuan pasien untuk tiap fasilitas di suatu kota dijumlahkan, emudian digabung untuk mendapatkan total suatu pasien di kota tersebut. Selanjutnyakota berdasarkan satuan pasien diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil kemudian di bagi ke dalam kelas. Jumlah kelas sama dengan dalam analisis penduduk.
c.       Tingkat aksesbilitas
Yang dimaksud dengan tingkat aksesbilitas adalah kemudahan mencapai kota tersebut dari kota / wilayan yang berdekatan, atau bisa juga dilihat dari sudut kemudahan mencapai wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal di kota tersebut. Ada berbagai unsure yang mempengaruhi tingkat aksesbilitas, misalnya kondisi jalan, jenis alat angkutan yang tersedia, frekuensi keberangkatan dan jarak. Untuk menyederhanakan persoalan maka cukup digunakan unsure jarak/ waktu tempuh.
Mengukur tingkat aksesbilitas suatu kota/lokasi biasanya menggunakan rumus gravitasi. Rumus sederhana yang dapat digunakan adalah:
         PiPj
Tij =            . F(Zi)   
         dijb
Tij = tingkat aksesbilitas dari kota i ke kota j
Pi = penduduk kota i(kota yang dianalisis)
Pj = penduduk kota j (kota terdekat yang ordenya lebih tinggi )
dij = jarak dari daerah i ke daerah j, tapi lebih baik dinyatakan dalam waktu tempuh (menit)
b = pangkat dari d (dalam banyk hal b = 2)
F(Zi) = fungsi Zi, dimana Zi adalah ukuran daya tarik kota i,

Dengan menggunakan rumus diatas maka aksesbiitas (Tij)tiap kota dapat dihitung. Kemudian semua kota diurutkan mulai dari Tij  tertinggi ke Tij terendah. Urutan kota itu dibagi dalam kelas dengan interval yang sama. Jmlah kelas sama sepertidalam analisis penduduk.

Ada metode lain dimana masing – masing factor itu besarannya dinyatakan dalam bentuk skor. Kemudian seluruh skor untuk tiap kota dijumlahan dan setelah itu baru dibagi ke dalam kelas. Metode yang dikemukakan di atas selain kita memperoleh orde sesuatukota juga bisa melihat factor kekuatan dan kelemahan pada posisi orde yang dimilikinya. 

C. PERMASALAHAN DALAM MENETAPKAN ORDE PERKOTAAN
Salah satu tujuan menetapkan orde perkotaan adalah agar dapat diperkirakan luas wilayah pengaruh dari kota tersebut. Dengan demikian, dapat diperkirakan jenis dan tingkat/mutu fasilitas kepentingan umum apa saja yang perlu dibangun di kota tersebut, baik untuk melayani penduduk kota itu sendiri maupun penduduk daerah belakangnya  yang sering datang ke kota tersebut. Pada sisi lain, hal ini dapat dipergunakan untuk memperkirakan apakah fasilitas yang telah ada di kota tersebut akan dimanfaatkan secara penuh oleh penduduk kota itu dan penduduk daerah belakangnya. Orde perkotaan umumnya didasarkan atas jumlah penduduk atau gabungan antara jumlah penduduk, jumlah fasilitas kepentingan umum, dan tingkat aksesibilitas kota tersebut terhadap kota lain yang ordenya lebih tinggi dan berdekatan
Daya tarik sebuah kota beraasal dari bagian kota yang memiliki fisik sebagai kota ataupun berfungsi sebagai kota. Kesalahan ini banyak terjadi dalam mengevaluasi kota kecil (misalnya ibu kota kecamatan). Hal ini karena data yang dianalisis adalah data seluruh kecamatan dan bukan hanya ibu kota kecamatan yang telah memiliki fisik /fungsi sebagai kota. Walaupun di kecamatan itu terdapat jumlah penduduk yang banyak, begitu juga jumlah fasilitas banyak tersedia tetapi lokasinya tersebar di berbagai tempat dan saling berjauhan sehingga kurang menimbulkan daya tarik. Beragam fasilitas yang berada pada satu lokasi (berdekatan) akan memberi kemudahan bagi pengguna jasa/masyarakat. Misalnya dengan mendatangi satu tempat masyarakat sudah bisa mendapatkan berbagai kebutuhan berupa barang kebutuhan sehari-hari, peralatan rumah tangga, pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat menghemat waktu dan biaya bagi pengguna jasa/masyarakat dan hal itu menciptakan daya tarik. 

Perlu dicatat bahwa untuk kota besar/metropolitan, masalah konsentrasi berbagai fasilitas justru bisa menciptakan dampak yang berbeda. Konsentrasi berbagai fasilitas secara berlebihan dalam satu lokasi justru bisa menciptakan kemacetan lalu lintas yang merugikan banyak pihak. Kebijakan yang ditempuh adalah menghindari adanya konsentrasi yang berlebihan di suatu lokasi. Caranya dengan menyebarkan konsentrasi ke berbagai lokasi dengan tingkat pelayanan yang berbeda. Jadi, misalnya ada lokasi konsentrasi dengan tingkatan untuk melayani lingkungan perumahan, ada lokasi untuk melayani tingkatan satu kelurahan, ada lokasi untuk melayani tingkatan satu kecamatan, ada lokasi dengan tingkatan melayani satu bagian kota, dan ada lokasi dengan tingkatan melayani seluruh kota dan regional. Makin tinggi tingkatannya makin beragam jenis jumlah kebutuhan yang tersedia.

Permasalahan lain dalam menetapkan orde perkotaan dikemukakan berikut ini. Jika kota-kota berdasarkan ordenya tersebar secara merata di seluruh wilayah, tidak ada masalah menetapkan metode orde perkotaan. Namun sering kali terjadi tumbuhnya beberapa kota sedang atau kecil pada pinggiran kota besar. Kota-kota yang tumbuh pada pinggiran /berdekatan dengan kota besar seringkali bukanlah sebuah kota mandiri melainkan sebagai kota satelit dari kota besar. Kota satelit sering hanya dijadikan sebagai tempat tinggal bagi penduduk yang aktivitas sehari-harinya berada di kota besar. Seringkali masyarakat kota satelit selain bekerja juga berbelanja, menyekolahkan anak dan menggunakan fasilitas umum lainnya di kota besar bukan di kota tgempat ia tinggal.
Secara orde perkotaan karena jumlah penduduknya banyak, fasilitas juga banyak tersedia dan aksesibilitas juga mudah, kota ini akan mendapatkan orde yang tinggi dibanding kota lain yang berada jauh dari kota besar. Disisi lain, terlihat kota satelit tidak atau sedikit sekali memiliki daerah belakang, bahkan dia sendiri merupakan daerah belakang dari kota besar yang masyarakatnya banyak menggunakan fasilitas yang ada di kota besar, dan bukan di kota tempat ia tinggal. Dengan demikian, penyediaan fasilitas jenis tertentu di kota satelit bisa dibuat lebih rendah dari total kebutuhan penduduk yang tinggal di kota satelit tersebut. Kebutuhan akan air minum, listrik, telepon, dan pelayanan persampahan memang harus dikaitkan dengan total penduduk di kota satelit tersebut (dengan tingkat pelayanan tertentu). Akan tetapi, kebutuhan akan fasilitas pasar, kompleks pertokoan, pendidikan, kesehatan, berbagai jasa, dan tempat hiburan bisa lebih rendah dari total rata-rata kebutuhan penduduk kota satelit.
Menurut teori perkotaan (sesuai dengan pandangan Christaller), banyaknya kota berdasarkan ordenya adalah makin rendah ordenya, jumlah kotanya makin banyak. Jadi, semestinya kota orde IV jauh lebih banyak dari kota orde III, dan kota orde III jauh lebih banyak dari kota orde II, demikian seterusnya. Namun kota besar seperti Medan, kalau hanya ditinjau dari sudut jumlah penduduk, kota orde sedang (II dan III) malah lebih banyak daripada kota orde rendah  (IV dan seterusnya). Hal ini antara lain karena banyaknya kota sedang yang tumbuh sebagai kota satelit dari kota besar. Hal ini menyebabkan perlu kehati-hatian dalam menetapkan orde dari kota satelit tersebut.

D. MANFAAT ORDO (RANGKING)PERKOTAN
Mampaat dalam menentukan rangking perkotaan dapat disimpulkan sebagai berikut;
1.     Rangking perkotaan adalah sekaligus penyusunan struktur ruang di wilayah tersebut. Bersama-sama system transportasi jalan(jaringan dan mode) dan lokasi .
2.     Ranking perkotaan dapat digunkan sebagai bahan untuk menyusun bahan, yaitu untuk menentukan jenis dan besarnya fasilitas yang perlu dibangun dikota tersebut sesuai dengan luas wilayah belakang dari pusat pertumbuhan.
3.    Orde perkotaan bersama-sama dengan unsure pembentuk struktur ruang lainnya dapat digunakan untuk meramalkan bagian wilayah mana yang akan cepat berkembang.
4.     Mudah memonitor apakah terjadi perugahan bentuk hubungan antara kota orde yang lebih tinggi dengan kota yang orde lebih rendah.
5.     Sebagai bahan masukan untuk perencanaan perkotaan dan perencanaan pembangunan daerah, termasuk penetapan kebijakan tentang keseimbangan pertumbuhan antarkota dan antara kota dengan deerah belakangnya.
6.     Perlu diperhatikan kota-kota yan berada pada massa perubahan (panaoroba). Jumlah penduduknya berada pada sekitar pertengahan antara orde yang lebih rendah dengan orde yang lebih tinggi. 

Tidak ada komentar: